
Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis
Repost - kompas.com
Kuntoro Boga Andri : Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian
KAYU manis (Cinnamomum burmannii) memiliki sejarah panjang yang menarik, dimulai sejak 2000 SM ketika bangsa Mesir menggunakan rempah ini sebagai pengawet daging dan penambah rasa. Pada masa itu, perdagangan kayu manis dikuasai oleh pedagang Arab yang menjadikannya barang mewah dan langka.
Nama "cinnamon" berasal dari istilah Arab "amomon," yang berarti tanaman rempah harum, dan dalam bahasa Italia disebut "canella," merujuk pada bentuk gulungan kulit kayu manis saat dikeringkan. Pada abad ke-16, penjajah Portugis menemukan pohon kayu manis di Sri Lanka dan segera memanfaatkan potensi ekonominya.
Mereka memaksa penduduk lokal memproduksi kayu manis untuk perdagangan dunia, menjadikan pulau tersebut rebutan berbagai kekuatan Eropa, termasuk Belanda dan Inggris. Di saat yang sama, jenis kayu manis lain seperti Cassia mulai ditemukan dan dibudidayakan di wilayah seperti Indonesia, Afrika Timur, dan Amerika Selatan.
Saat ini, Indonesia menjadi produsen terbesar kayu manis, terutama di Sumatera Barat, di mana petani menanam ribuan pohon kayu manis dengan memastikan keberlanjutan melalui penanaman kembali setelah panen. Selain bernilai ekonomis, kayu manis juga menawarkan manfaat kesehatan yang besar. Terdapat dua jenis utama kayu manis yang diperdagangkan, yaitu Ceylon, dengan rasa halus dan manis, serta Cassia, yang memiliki rasa lebih kuat dan pedas, keduanya kaya akan antioksidan dan sifat anti-inflamasi yang bermanfaat bagi kesehatan.
Komoditas Ekonomi dan Kesehatan
Kayu manis saat ini menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia yang tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga sumber daya bernilai tinggi bagi kesehatan dan ekonomi. Dengan aroma khas yang harum dan rasa hangat yang lezat, kayu manis menjadi bagian integral dari tradisi kuliner di berbagai budaya.
Lebih dari sekadar bumbu masakan, kayu manis juga memiliki sejarah panjang dalam pengobatan tradisional, di mana ia digunakan untuk meredakan berbagai gangguan kesehatan seperti nyeri perut, batuk, dan tekanan darah tinggi. Keunggulan kayu manis terletak pada kandungan bioaktifnya yang melimpah. Senyawa seperti flavonoid, tanin, cinnamaldehyde, dan quercetin menjadikannya agen alami yang efektif untuk menjaga kesehatan tubuh.
Flavonoid, misalnya, dikenal karena kemampuannya menangkal radikal bebas, mencegah kerusakan sel, dan melindungi tubuh dari risiko penyakit kronis. Cinnamaldehyde, di sisi lain, berkontribusi dalam pengendalian kadar gula darah dengan meningkatkan sensitivitas insulin, menjadikannya pilihan alami yang ideal bagi penderita diabetes. Tidak hanya itu, kemampuan tanin untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan quercetin sebagai antikanker semakin menegaskan posisi kayu manis sebagai rempah yang penuh manfaat.
Potensi kayu manis tidak hanya berhenti pada kesehatan. Dalam dunia industri, kayu manis menjadi bahan penting dalam pembuatan makanan, minuman, hingga produk farmasi. Keunggulannya sebagai pengganti antioksidan sintetis memberikan nilai tambah yang signifikan, terutama di era ketika konsumen semakin memilih produk alami dan ramah lingkungan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan kayu manis dalam produk makanan tidak hanya meningkatkan cita rasa, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan tambahan, menjadikannya solusi multifungsi yang relevan di pasar modern. Dengan pengelolaan yang baik, kayu manis dapat terus memberikan kontribusi besar bagi kesehatan manusia sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sentra produksi utama seperti Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Utara telah menjadi pusat budidaya kayu manis yang mendominasi pangsa pasar internasional. Dengan kontribusi mencapai 85 persen dari total produksi dunia, kayu manis Indonesia, terutama jenis Cassia Vera, menjadi komoditas yang sangat diminati di negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Asia.
Permintaan yang terus meningkat dari pasar global menunjukkan bahwa kayu manis Indonesia tidak hanya unggul dalam hal kualitas, tetapi juga memiliki daya saing tinggi di tingkat internasional. Indonesia adalah salah satu produsen utama kayu manis dunia dengan luas areal tanaman mencapai 87.100 hektare pada tahun 2022. Meskipun luas lahan mengalami penyusutan lebih dari 10.000 hektare sejak 2016, produktivitas meningkat dari 1,2 ton per hektare menjadi 1,8 ton per hektare, menunjukkan efisiensi yang semakin baik dalam budidaya.
Dalam perdagangan global, Indonesia bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam, Sri Lanka, dan China. Berdasarkan data dari Observatory of Economic Complexity (OEC) pada tahun 2021, Vietnam menjadi pengekspor terbesar dengan nilai ekspor 270 juta dollar AS (sekitar Rp 4,05 triliun), diikuti Sri Lanka dengan 175 juta dollar AS (Rp 2,625 triliun), Indonesia di posisi ketiga dengan 172 juta dollar AS (Rp 2,58 triliun), dan China sebesar 162 juta dollar AS (Rp 2,43 triliun).
Salah satu perbedaan utama kayu manis Indonesia dan Sri Lanka adalah spesiesnya, di mana kayu manis Sri Lanka, dikenal sebagai Ceylon cinnamon (Cinnamomum zeylanicum), dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan Cassia cinnamon (Cinnamomum burmannii) yang dominan di Indonesia. Perbedaan ini berdampak pada preferensi pasar dan harga internasional.
Meskipun memiliki posisi strategis dalam produksi dan ekspor kayu manis, Indonesia menghadapi tantangan seperti penyusutan lahan dan persaingan kualitas dengan negara lain. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan yang berfokus pada peningkatan kualitas produk dan diversifikasi pasar ekspor untuk mempertahankan kontribusi kayu manis sebagai salah satu andalan ekonomi nasional. Dukungan melalui inovasi teknologi, diversifikasi produk, dan praktik berkelanjutan menjadi kunci untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar global.
Strategi Berkelanjutan untuk Pemanfaatan
Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam industri kayu manis dunia melalui pengembangan berkelanjutan. Salah satu langkah utama adalah meningkatkan kualitas produksi dengan memanfaatkan varietas unggul seperti Zeyna Agribun 01 dan 02 yang dikembangkan oleh Balittro, BSIP Perkebunan, Kementan.
Varietas ini menawarkan produktivitas tinggi dan kualitas minyak atsiri yang unggul, sehingga menjadikan produk kayu manis Indonesia lebih kompetitif di pasar global. Selain itu, diversifikasi produk turunan seperti minyak atsiri, bubuk kayu manis premium, hingga kosmetik organik dapat membuka peluang baru di pasar bernilai tinggi. Dengan pasar global untuk produk rempah alami yang terus berkembang, kayu manis Indonesia memiliki potensi besar untuk memperluas pangsa pasar internasional.
Kayu manis bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga simbol potensi agrikultur Indonesia yang mampu mendukung pelestarian lingkungan. Melalui praktik agroforestri berkelanjutan, budidaya kayu manis tidak hanya mencegah erosi tanah dan meningkatkan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada penyerapan karbon. Dengan inovasi teknologi, diversifikasi produk, dan komitmen terhadap keberlanjutan, kayu manis Indonesia dapat terus menjadi pilar penting dalam ekonomi nasional sekaligus memainkan peran signifikan di pasar global, membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal.